afi_logoafi_logo

Kota

Kupang

Judul

Kemunculan dan Keberlanjutan Komunitas Film di Kota Kupang

Penulis

Nurhildayati

Grafik Data
Kupang

Kehadiran komunitas film di Kota Kupang menghembuskan angin segar. Sebelumnya, produksi dan ekshibisi film kerap dipandang eksklusif, karena ketersediaan peralatan dan kesempatan yang belum bisa dijangkau secara merata oleh warga setempat. Adanya komunitas seyogyanya mampu menciptakan ruang dan kesempatan bagi mereka yang ingin belajar.

Sejarah eksistensi komunitas film di Kota Kupang bermula sejak 2011 melalui Jumat di Garasi—sebuah ruang pemutaran alternatif yang dirintis jauh sebelum kehadiran jaringan bioskop seperti Grup 21 dan Cinepolis di Kota Kupang. Alhasil kehadiran ruang menonton dan berkumpul bagi para pecinta film membentuk suatu kerutinan pertemuan, yang pada prosesnya menjadi cikal bakal kegiatan komunitas film di Kota Kupang.

2020_PRODUKSI FILM OE LO_LIF_Komunitas Film KupangBW

Produksi film OE LO'LIF (2020) oleh Komunitas Film Kupang

Komunitas film memungkinkan perluasan partisipasi masyarakat di perfilman. Mereka berperan penting mengadakan pelatihan, pemutaran dan produksi yang terjangkau bagi masyarakat umum di Kota Kupang. Berbagai hal tersebut tentunya membutuhkan beragam sumber daya yang relevan. Utamanya: orang dengan minat film. Hal ini diakui Manuel Alberto Maia—akrab dipanggil Abe— selaku pendiri Komunitas Film Kupang—yang lumrah disebut KFK. “Ekosistem film dimulai dengan menciptakan ruang inkubator yang dapat mengumpulkan orang-orang dengan minat yang sama”.

Penghimpunan sumber daya manusia barulah satu Langkah. Kebertahanan komunitas langkah berikutnya, yang bergantung pada berbagai factor—salah satunya: dukungan pemerintah. Meski banyak catatan positif yang ditorehkan komunitas film di Kupang, kesadaran dan pengetahuan pemerintah daerah tentang keberadaan komunitas film di Kota Kupang masih terbilang kurang. Beruntungnya, pemerintah pusat menyediakan berbagai program yang mendukung keberlanjutan aktivitas komunitas.

“Kami sendiri selama ini bergiat di perfilman sangat merasa terbantu dengan program pemerintah pusat,” tutur Ken Patar selaku perwakilan KFK. “Beberapa kali mengadakan kegiatan perfilman, kami selalu mengajak berkolaborasi pemerintah daerah tapi cukup sulit karena rupanya banyak yang belum tau kalau ada komunitas film di Kupang yang sedang aktif bergiat,” tambah Irwan Sebleku, yang turut mewakili KFK.

Faktanya keberadaan komunitas film yang aktif merangkul, menyokong dan bergiat sangat minim, sehingga tidak menawarkan warna yang beragam bagi perkembangan film di Kota Kupang. “Untuk komunitas yang aktif produksi dan ekhibisi di Kota Kupang hanya KFK karena akses untuk ketersediaan sumber daya dan teknologi untuk perfilman hanya ada di Komunitas Film Kupang,” ungkap Abe.

Titik Mula KFK dan Beginner
2020_PRODUKSI FILM OE LO_LIF_Komunitas Film KupangBW

Pelaksanaan kegiatan Flobamora Film Festival (2022) oleh Komunitas Film Kupang

Sejumlah film nasional berbiaya besar telah dibuat dengan mengambil cerita atau latar belakang dari panorama eksotis Nusa Tenggara Timur. Sayangnya, tidak banyak yang berhasil menyampaikan narasi otentik dari wilayah setempat. Keresahan ini menjadi satu dari sekian hal yang memicu pergerakan untuk merintis KFK. Tujuannya sederhana saja: menghimpun anak muda dan warga setempat guna menanggapi dan mengisahkan sendiri kondisi daerahnya.

Pada 2016, KFK merilis dokumenter panjang berjudul Nokas. Diproduksi selama tiga tahun, Nokas menuntaskan keresahan tentang keberadaan anak muda dalam menanggapi isu daerahnya sendiri, yakni belis (mas kawin) yang kerap menhadirkan dilema antara tradisi dan asmara. Mengusung pendekatan observasional, documenter yang disutradarai Abe bisa disebut karya yang otentik, atau setidaknya jujur dengan situasi daerah produksinya, karena menghadirkan interaksi yang kompleks dalam memahami satu sama lain.

Saat ini, pada 2022, KFK sudah berusia sembilan tahun sekaligus menjadi satusatunya komunitas film yang aktif dalam produksi dan juga ekshibisi. Resmi berbadan hukum dan menjadi perkumpulan pada 2021, KFK sebenarnya sudah mulai dikenal khalayak luas sejak 2017 pada kegiatan bertajuk Box, yang menayangkan Nokas. “Kegiatan ini begitu diapresiasi masyarakat, hingga yang menonton bisa mencapai seriub lebih penonton” ungkap Irwan. Antusiasme dan apresiasi penonton dalam pemutaran ini secara tidak langsung menunjukan tingginya solidaritas dalam menyambut karya anak daerah yang hendak pulang kampung. Sebelum tayang di Kota Kupang, Nokas pertama kali tayang di Eurasia International Film Festival 2016, Kazahkstan, yang kemudian berlanjut di Singapore International Film Festival. Capaian Nokas memantik mimpi dan semangat banyak pegiat film di Kota Kupang, yang setiap harinya banyak menghadapi tantangan perihal sumber daya, akses peralatan, dan jejaring di bidang perfilman Indonesia.

Tantangan-tantangan keseharian di perfilman Kupang mendorong KFK untuk membentuk pola pengorganisasian yang berkelanjutan. Penguatan kapasitas sumber daya manusia menjadi prioritas. Upaya-upaya yang mendukung hal tersebut terwujud melalui berbagai kegiatan. berawal dengan membuka ruang menonton, KFK berkembang menjadi ruang belajar dan bahkan menjadi ruang produksi bagi para pegiat film. Ruang-ruang tersebut terprogram dalam tiga divisi: edukasi, produksi, dan ekshibisi.

Divisi edukasi terdiri dari berbagai program pelatihan yang bertujuan untuk membentuk pemahaman teknis maupun teoritis seputar produksi film. Pelatihan bisa dilakukan untuk kebutuhan internal anggota komunitas, seperti Workshop Strategi & Taktik Screening Film serta Focused Equipment Workshop Kamera & Lighting. Bisa juga dilakukan untuk khalayak luas di Kota Kupang, seperti VIU Indonesia Workshop, Workshop Penulisan Skenario ersama Timor Bergerak (yang mengundang Wisnu Surya Pratama sebagai pemateri), Kupang Movie Camp, dan Workshop Film Pelajar Flobamora Film Festival.

Pembelajaran yang ditempuh melalui program-program edukasi kemudian disalurkan melalui kegiatan dua divisi lainnya. Divisi produksi membuka kesempatan bagi anggota KFK untuk belajar bekerjasama dalam produksi film yang menuntut kolaborasi antarperan. Selain Nokas, KFK sudah memproduksi sejumlah film, yakni Siko (2018), Maruah, Penyintas, Never Be Afraid to Fail, Note (2019), dan Oelolif (2020). Sementara itu, divisi ekshibisi mengupayakan titik temu dengan penonton di Kota maupun Kabupaten Kupang, khususnya daerah yang jauh dari jaringan bioskop atau bahkan belum punya pasokan listrik yang memadai. Beberapa program ekshibisi yang telah dilakoni KFK: Jumat di Garasi, Layar Merdeka, dan Screening for Healing (untuk korban badai di Pulau Timor dan NTT pada 2019).

2020_PRODUKSI FILM OE LO_LIF_Komunitas Film KupangBW

Pelaksanaan kegiatan Flobamora Film Festival (2022) oleh Komunitas Film Kupang

Kegiatan-kegiatan ini pada prosesnya mengundang banyak keterlibatan publik, yang memicu munculnya warna baru dalam perfilman Kupang. Sejumlah individu tercatat turut membentuk komunitas baru di daerahnya. Meski tak semua bisa bertahan lama atau mempertahankan anggotanya, komunitas-komunitas baru ini memperluas ragam maupun cakupan kegiatan perfilman di Kota maupun Kabupaten Kupang. Pada sejumlah kasus, jumlah anggota yang sedikit malah mendorong penyusunan dan pelaksanaan kegiatan yang lebih tertata, yang tentunya penting bagi keberlanjutan komunitas.

KFK tidak sendiri. Ada juga Beginner yang bisa dikatakan sebagai komunitas ndependent yang cukup aktif dalam produksi film. Berangkat dari adanya frekuensi pertemuan yang sering dilaksanakan di kampus untuk mendiskusikan fotografi, beberapa pemuda yang juga merupakan anggota Komunitas Film

“Saat itu waktu masih kuliah, awalnya foto-foto dulu. Namun, semenjak sering kumpul dengan teman-teman dan bertemu senior yang saat itu anggota KFK, kayaknya buat film menarik,” ungkap Andre, salah satu pendiri Beginner. Ia mulai tertarik membuat film karena proses riset yang dilaksanakan lebih mendalam. “Ibaratnya kalau kita belajar buat kopi, kita tidak hanya belajar tentang kopi, tapi belajar soal tanah, air. Nah saat buat film seperti itu prosesnya,” tambah Andre.

Beginner bergabung dengan KFK setelah mengikuti berbagai kegiatan yang diselenggarakan KFK. “Waktu itu, beta pertama kali join KFK saat mengikuti VIU Indonesia Workshop dan Produksi Film Fiksi Pendek. Dari situ, beta mulai tertarik mendalami film,” ungkap Ken yang juga merupakan salah satu pendiri Beginner. Selain produksi film, pembelajaran manajemen komunitas turut menjadi agenda penting. Pasalnya, salah satu anggota Beginner yang merupakan anggota aktif memegang posisi sebagai salah satu komite di KFK; ia berperan penting dalam pengambilan keputusan di Komunitas Film Kupang. Menariknya, hubungan erat KFK dan Beginner tak serta merta membuat mereka mengadopsi fokus dan nilai seragam.

“Kalau di KFK, pembahasannya serius dengan issue yang berat. Nah di sini, kita memilih konten ringan yang digandrungi anak muda,” jelas Andre. Konten film produksi Beginner condong lebih kekinian dan populer, yakni: Letisa (2019), Bangun (2020), Kembali (2020), Sampah untuk Seragam Baru (2020), Story of Aquarius Web Series (2021) dan Loss (2022). Relasi antara Beginner dan KFK yang terjalin laiknya saudara kandung, menjadi rumah pertama belajar produksi film, dimana KFK memfasilitasi berbagai kesempatan berjejaring, berproduksi dan bahkan bekerja dengan filmmaker yang sudah malang melintang di dunia perfilman. Hal-hal tersebut menyebabkan pengabdian pada KFK lebih diprioiritaskan, bahkan posisi komite dalam KFK diduduki salah satu pendiri beginner yang sudah tentu menjadi orang penting dalam setiap pengambilan keputusan di KFK.

Film sebagai Passion, Film sebagai Profesi

Keberlanjutan, atau setidaknya sumber daya untuk mengupayakannya, menjadi isu penting bagi komunitas film di Kupang. Dengan berbagai tantangan seputar alat dan penghidupan, terlebih dengan dukungan pemerintah yang tidak selalu memadai, para pelaku komunitas film di Kupang lebih banyak bergantung pada sesamanya. Dengan anggota aktif kurang lebih 40 orang, kerap terjadi perbedaan pendapat dan perdebatan mengingat begitu beragamnya pemikiran dari banyak kepala.

“Dalam proses berkomunitas film, hambatan, atau tantangan internal dalam KFK adalah beberapa saja yang punya panggilan untuk bergiat dalam perfilman dengan konsisten. Pertengkaran kecil pasti ada, tapi diselesaikan dengan cara musyawarah,” ungkap Yedida Letedara, salah satu komite Komunitas Film Kupang. Jumlah anggota aktif yang terbatas dan tidak selalu menetap juga menyebabkan fokus kerja setiap anggota terdistraksi. “Di setiap kegiatan, meski sudah terbagi tupoksi masing-masing, sistem kerja keroyok masih sering berlaku dalam komunitas ini karena minimnya sumber daya yang bertahan,” tambah Ken.

Berbagai faktor yang membuat Beginner dan KFK tetap bergiat dalam perfilman bisa berupa dorongan besar dalam diri sendiri untuk belajar (passion), adanya penghasilan dari kiat bagi kerja, serta jejaring perkumpulan dan komunitas seni. Dari sekian hal ini, passion bisa dibilang yang paling abstrak. Dalam lingkar komunitas film, lumrah terjadi proses seleksi alam, sehingga hanya pribadi tertentu saja yang bisa bertahan lama—utamanya mereka yang punya visi atau rencana bagi dirinya dalam perfilman, bukan sekadar mengisi waktu luang. “Jatuh bangun dalam berkomunitas di film yang sebenarnya membuat perjalanan ini menarik dan tidak membosankan. Ada yang dipelajari dari banyak kesalahan yang membuat saya semakin ingin berbenah dan berkembang,” ungkap Ken.

2020_PRODUKSI FILM OE LO_LIF_Komunitas Film KupangBW

Produksi film OE LO'LIF (2020) oleh Komunitas Film Kupang

Kerja komunitas film di Indonesia banyak yang bersifat sukarela dan Kupang tak terkecuali. Meski begitu, komunitas film di Kupang turut mengupayakan keberlanjutan yang lebih konkret bagi para anggotanya. Lumrah bagi komunitas setempat untuk berkolaborasi secara professional dengan berbagai lembaga di berbagai kota. Bisa melalui jejaring lembaga swadaya masyarakat, bisa juga melalui program atau institusi negara, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (melalui Indonesiana dan Direktorat Perfilman, Musik, dan Media). Dari berbagai peluang Kerjasama ini, sejumlah anggota KFK dan Beginner memantapkan hatinya untuk menjadikan film sebagai sumber utama penghasilan.

Faktor yang tak kalah penting dalam kebertahanan komunitas di Kota Kupang adalah gotong royong antara komunitas seni. KFK dan Beginner tidak sendiri. Ada pula Skolmus, Timor Art Grafiti, dan Leko yang menjadi kawan dan rekan dalam kegiatan mereka. “Setiap kegiatan KFK, kami selalu berkolaborasi dengan temanteman komunitas seni lainnya. Seperti Layar Merdeka yang kami laksankan di Kabupaten Kupang, menggandeng teman-teman Leko untuk pelatihan penulis, TAG [Timor Art Grafiti] untuk workshop menggambar, dan Skolmus untuk workshop memotret,” jelas Yedi mengenai kerja sama antar komunitas seni di Kota Kupang.

Kolaborasi komunitas film dengan komunitas seni menjadi pondasi tidak saja vital bagi keberlanjutan, tapi juga peningkatan skala kegiatan. Pada 2021, KFK melaksankan Parade Film NTT yang bertujuan untuk memetakan pembuat film yang ada di Nusa Tenggara Timur. Terkumpul 40an film dari berbagai daerah di Nusa Tenggara Timur dengan kurang lebih 500 penonton selama dua hari kegiatan. Capaian ini dianggap sebagai langkah awal untuk memantapkan mimpi KFK menghadirkan festival film berskala nasional. Capaian ini dimungkinkan melalui berbagai kolaborasi yang dijalin komunitas-komunitas film di Kupang selama ini.

Pada 27-29 Oktober 2022, Flobamora Film Festival diselenggarakan dan menjadi festival film berskala nasional pertama di Nusa Tenggara Timur. Festival ini dipersiapkan selama hampir setahun oleh tim panitia KFK. Kondisi finansial minim menjadi masalah utama, belum lagi hampir semua anggota panitia belum punya pengalaman meyelenggarakan festival film. Berbagai macam kiat dilakukan seperti mengusulkan proposal ke Indonesiana, crowdfunding melalui penayangan film Nokas, serta menjual merchandise Flobamora Film Festival. Ada pula komunikasi yang terjalin dengan berbagai komunitas film di beberapa daerah lain untuk menghimpun wawasan dan pengetahuan tentang festival film. Untungnya, selama hampir sepuluh tahun bergiat film, KFK sudah menjalin koneksi dengan komunitas film di banyak daerah, sehingga cukup mudah untuk berkonsultasi atau mengajak berkolaborasi.

Sama seperti capaian-capaian sebelumnya di perfilman Kupang, Flobamora Film Festival—sebuah babak baru bagi komunitas setempat—dimungkinkan lewat kolaborasi berbagai pihak. Meski begitu banyak tantangan merintang, para pegiat komunitas film di Kupang bisa terus hidup dan berkembang karena satu sama lain.


AFI 2023 menindaklanjuti hasil penelitian di tiga kota, salah satunya Kota Kupang. Pemilihan kota tersebut berdasarkan riset terkait potensi pengembangan ekosistem perfilman dan keterlibatan dukungan pemerintah daerah pada kegiatan komunitas. Program Tindak Lanjut disesuaikan dengan riset dan kebutuhan setiap kota. Di Kupang, tim AFI melaksanakan pelatihan penulisan skenario pendek dan tata kelola festival film.
Simak kegiatan tindak lanjut AFI di sini

Karya-karya pilihan kota

Kupang

Film tidak lagi dapat diakses karena telah ditayangkan pada Apresiasi Film Indonesia periode tahun 2022.

ada-apa-dengan-ibu-thumbnail-master
doa-perantau-thumbnail-master

© 2023 Apresiasi Film Indonesia. All Rights Reserved. Bekerjasama dengan Cinema Poetica dan Rangkai.